Hukum Membiarkan Mantan Pacar
Bunuh Diri
Assalamualaikum dan selamat malam
sobbat blogger. Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat. Berikut contoh
kasus hokum yang dapat kita baca dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Ok, langsung saja sobat blogger. Selamat membaca.
Contoh Kasus:
Peristiwa atau syarat 1:
|
A menghina B
|
Peristiwa atau syarat 2:
|
Karenanya B memukul A
|
Peristiwa atau syarat 3:
|
Karenanya pula A mendapat luka
|
Peristiwa atau syarat 4:
|
Karena
bodohnya A, ia mencuci luka itu dengan air kotor, sehingga terjadi infeksi
dan menjadi luka berat. Karenanya A dirawat di rumah sakit.
|
Peristiwa atau syarat 5:
|
Di
dekat bangsal di mana A dirawat, C menimbulkan suatu ledakan yang keras
|
Peristiwa atau syarat 6:
|
A
terkejut, sedemikian rupa sehingga mati
|
Saya memiliki seorang kekasih yang
sangat posesif terhadap saya. Setiap kali ribut dia selalu mengancam akan
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Selama ini saya selalu menahan diri
karena saya masih berusaha untuk mempertahankan hubungan ini. Namun, lama-lama
saya merasa tidak tahan dan berniat putus saja dengan pacar saya tersebut. Saya
berpikir masih pacaran saja sudah aneh-aneh, apalagi kalau sudah menikah?
Namun, yang saya takutkan apabila benar dia melakukkan bunuh diri dan saya
sebagai penyebab langsung maupun tak langsung akan menerima sanksi hukum dan
disalahkan pihak keluarga pacar. Terus terang, saya sudah tidak kuat dan
tertekan dengan keadaan ini. Yang menjadi pertanyaan saya, adakah hukuman bagi
saya apabila pacar saya benar melakukan tindakan bunuh diri.
Berdasarkan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”),
ada sebuah bab yang mengatur ancaman pidana bagi ‘pembiaran’ terhadap orang lain
yang harus ditolong. Yaitu, dalam BAB XV tentang Meninggalkan Orang
Memerlukan Pertolongan, khususnya Pasal 304 KUHP yang menyatakan:
“Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan
orang dalam kesengasaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena
menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-“
R
Soesilo, dalam buku “Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”,
menyatakan yang dihukum menurut Pasal 304 KUHP adalah orang yang sengaja
menyebabkan atau membiarkan orang lain dalam kesengsaraan, sedang ia wajib
memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu karena hukum
yang berlaku atau karena perjanjian.
Misalnya,
orangtua membiarkan anaknya dalam keadaan sengsara, demikian pula wali terhadap
anak yang diasuhnya. Sedangkan, orang kaya membiarkan saudara kandungnya dalam
sengsara, tidak dikenakan pasal ini, karena menurut hukum ia tidak diwajibkan
untuk menyokongnya. Demikian menurut R. Soesilo.
Jadi,
berdasarkan penjelasan ini, menurut kami, sulit memidanakan Anda bila ternyata
mantan kekasih Anda benar-benar memutuskan bunuh diri setelah Anda mengakhiri
hubungan. Karena Anda belum atau tidak memiliki hubungan hukum (baik
berdasarkan undang-undang atau perjanjian) dengan kekasih Anda itu.
‘Teori Hukum’
Di
sisi lain, masalah Anda ini juga dapat dianalisis berdasarkan teori hukum.
Dalam pemidanaan, setidaknya ada dua teori pidana yang dikenal secara luas.
Yakni, teori ‘conditio sine qua non’ dan teori ‘adequat’. R
Sianturi, dalam Buku “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya”, menyatakan ‘conditio sine qua non’ merupakan suatu
kejadian yang merupakan akibat yang biasanya ditimbulkan oleh beberapa
peristiwa atau keadaan atau faktor yang satu sama lainnya merupakan suatu
rangkaian yang berhubungan.
Berdasarkan
teori ‘conditio sine qua non’, semua orang yang terlibat peristiwa atau
syarat-syarat itu dapat dipersalahkan dan dimintai tanggung jawab pidana.
Mereka yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, dalam contoh kasus di
atas, adalah B dan C.
Sementara,
dalam teori ‘adequat’, yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana
hanya orang yang terlibat langsung terhadap kematian seseorang. Bacaan lebih
lanjut mengenai perbedaan dua teori ini dapat disimak dalam artikel ‘Kejaksaan Gunakan Teori Hukum Baru Menjerat
Pembunuh Munir’.
Dalam
praktik, hakim di pengadilan lebih sering menggunakan teori adequat
dalam penjatuhan pemidanaan. Pasalnya, teori ini dianggap lebih logis dibanding
teori conditio sine qua non yang bisa menjerat siapa saja melakukan
pembunuhan padahal tidak memiliki keterkaitan langsung dengan peristiwa
pembunuhan itu.
Kami
tentu tidak bisa memastikan apakah Anda tidak bisa dikenai pertanggungjawaban
pidana bila mantan kekasih Anda benar-benar bunuh diri. Kemungkinan itu selalu
ada, meski peluangnya sangat kecil. Karena itu, kami menyarankan agar Anda
menyelesaikan permasalahan Anda dan kekasih Anda dengan baik, sehingga tidak
perlu berujung kepada tindak pidana atau kematian.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
Demikian
penjelasan singkat dari kami, semoga bermanfaat. Terimakasih atas kunjungan
sobbat blogger semua di blog yang sederhana ini. Semoga pengetahuan kita
tentang hukum bertambah. Sehat selalu.
Wassalamualaikum
Warahmatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar