Kamis, 30 Agustus 2018

Hukum Membiarkan Mantan Pacar Bunuh Diri


Hukum Membiarkan Mantan Pacar Bunuh Diri


Assalamualaikum dan selamat malam sobbat blogger. Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat. Berikut contoh kasus hokum yang dapat kita baca dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Ok, langsung saja sobat blogger. Selamat membaca.



Contoh Kasus:

Peristiwa atau syarat 1:
A menghina B
Peristiwa atau syarat 2:
Karenanya B memukul A
Peristiwa atau syarat 3:
Karenanya pula A mendapat luka
Peristiwa atau syarat 4:
Karena bodohnya A, ia mencuci luka itu dengan air kotor, sehingga terjadi infeksi dan menjadi luka berat. Karenanya A dirawat di rumah sakit.
Peristiwa atau syarat 5:
Di dekat bangsal di mana A dirawat, C menimbulkan suatu ledakan yang keras
Peristiwa atau syarat 6:
A terkejut, sedemikian rupa sehingga mati

Saya memiliki seorang kekasih yang sangat posesif terhadap saya. Setiap kali ribut dia selalu mengancam akan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Selama ini saya selalu menahan diri karena saya masih berusaha untuk mempertahankan hubungan ini. Namun, lama-lama saya merasa tidak tahan dan berniat putus saja dengan pacar saya tersebut. Saya berpikir masih pacaran saja sudah aneh-aneh, apalagi kalau sudah menikah? Namun, yang saya takutkan apabila benar dia melakukkan bunuh diri dan saya sebagai penyebab langsung maupun tak langsung akan menerima sanksi hukum dan disalahkan pihak keluarga pacar. Terus terang, saya sudah tidak kuat dan tertekan dengan keadaan ini. Yang menjadi pertanyaan saya, adakah hukuman bagi saya apabila pacar saya benar melakukan tindakan bunuh diri.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), ada sebuah bab yang mengatur ancaman pidana bagi ‘pembiaran’ terhadap orang lain yang harus ditolong. Yaitu, dalam BAB XV tentang Meninggalkan Orang Memerlukan Pertolongan, khususnya Pasal 304 KUHP yang menyatakan:

Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengasaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-“

R Soesilo, dalam buku “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, menyatakan yang dihukum menurut Pasal 304 KUHP adalah orang yang sengaja menyebabkan atau membiarkan orang lain dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu karena hukum yang berlaku atau karena perjanjian.

Misalnya, orangtua membiarkan anaknya dalam keadaan sengsara, demikian pula wali terhadap anak yang diasuhnya. Sedangkan, orang kaya membiarkan saudara kandungnya dalam sengsara, tidak dikenakan pasal ini, karena menurut hukum ia tidak diwajibkan untuk menyokongnya. Demikian menurut R. Soesilo.

Jadi, berdasarkan penjelasan ini, menurut kami, sulit memidanakan Anda bila ternyata mantan kekasih Anda benar-benar memutuskan bunuh diri setelah Anda mengakhiri hubungan. Karena Anda belum atau tidak memiliki hubungan hukum (baik berdasarkan undang-undang atau perjanjian) dengan kekasih Anda itu.

‘Teori Hukum’
Di sisi lain, masalah Anda ini juga dapat dianalisis berdasarkan teori hukum. Dalam pemidanaan, setidaknya ada dua teori pidana yang dikenal secara luas. Yakni, teori ‘conditio sine qua non’ dan teori ‘adequat’. R Sianturi, dalam Buku “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya”, menyatakan ‘conditio sine qua non’ merupakan suatu kejadian yang merupakan akibat yang biasanya ditimbulkan oleh beberapa peristiwa atau keadaan atau faktor yang satu sama lainnya merupakan suatu rangkaian yang berhubungan.


Berdasarkan teori ‘conditio sine qua non’, semua orang yang terlibat peristiwa atau syarat-syarat itu dapat dipersalahkan dan dimintai tanggung jawab pidana. Mereka yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, dalam contoh kasus di atas, adalah B dan C.

Sementara, dalam teori ‘adequat’, yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana hanya orang yang terlibat langsung terhadap kematian seseorang. Bacaan lebih lanjut mengenai perbedaan dua teori ini dapat disimak dalam artikel ‘Kejaksaan Gunakan Teori Hukum Baru Menjerat Pembunuh Munir’.

Dalam praktik, hakim di pengadilan lebih sering menggunakan teori adequat dalam penjatuhan pemidanaan. Pasalnya, teori ini dianggap lebih logis dibanding teori conditio sine qua non yang bisa menjerat siapa saja melakukan pembunuhan padahal tidak memiliki keterkaitan langsung dengan peristiwa pembunuhan itu.

Kami tentu tidak bisa memastikan apakah Anda tidak bisa dikenai pertanggungjawaban pidana bila mantan kekasih Anda benar-benar bunuh diri. Kemungkinan itu selalu ada, meski peluangnya sangat kecil. Karena itu, kami menyarankan agar Anda menyelesaikan permasalahan Anda dan kekasih Anda dengan baik, sehingga tidak perlu berujung kepada tindak pidana atau kematian.


Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)


Demikian penjelasan singkat dari kami, semoga bermanfaat. Terimakasih atas kunjungan sobbat blogger semua di blog yang sederhana ini. Semoga pengetahuan kita tentang hukum bertambah. Sehat selalu.


Wassalamualaikum Warahmatullah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar