Kamis, 30 Agustus 2018

Dapatkah Saya Menuntut Dinikahi


Dapatkah Saya Menuntut Dinikahi


Assalamualaikum Warahmatullah. Selamat malam sodaraku semua. Semoga kalian semua sehat selalu. Berbagi kembali dengan semua sodaraku, kali ini sedikit tulisan mengenai permasalahan hokum yang biasa terjadi disekitar kita. Ok, sodaraku langsung saja dengan permasalahannya. Selamat membaca.




Saya ada masalah dengan pria yang telah beristri. Hubungan kami sudah jauh seperti layaknya suami istri hampir satu tahun. Selama ini dia menjanjikan untuk nikahi saya, tapi pada akhirnya dia mengingkarinya! Istrinya pun telah mengetahui hubungan kami dan saya sempat berbicara mengutarakan tentang hak saya untuk minta dinikahi setelah itu saya tidak akan meneruskan hubungan ini lagi. Jadi, intinya minta dinikahi terus bercerai. Yang ingin saya tanyakan: 1. Dapatkah saya menuntut laki-laki tersebut/memenjarakannya? Sedangkan saya sudah berniat baik dengan cara damai tetapi pihak laki-laki malah membuat masalah ini lebih rumit dengan cara memberitahukan dan menyerahkan permasalahan ini pada istrinya? Dapatkah saya menuntut kedua-duanya? 2. Bagaimana jika istri sudah mengetahui hubungan ini dan dia tidak mengizinkan suami menikah lagi?

1.    Berdasarkan KUHP, Anda tidak dapat mempersoalkan kekasih Anda yang ingkar janji untuk menikahi Anda melalui jalur hukum pidana. Alasannya karena perbuatan kekasih Anda yang tidak memenuhi janji menikahi Anda tidak memenuhi unsur-unsur dalam tindak pidana penipuan yang diatur dalam pasal 378 KUHP.

Menurut pasal 378 KUHP, penipuan adalah "Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."

Mungkin saja perbuatan kekasih Anda memenuhi unsur “memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang” karena dia telah berjanji -- secara lisan atau tertulis -- akan menikahi Anda. Tapi, unsur “memberikan sesuatu barang” tidak terpenuhi karena kata “barang” dalam pasal tersebut tidak dapat diperluas penafsirannya hingga meliputi kehormatan wanita. Memang pernah ada putusan pengadilan pada 2003 yang memperluas penafsiran “barang” hingga meliputi kehormatan wanita untuk melindungi melindungi wanita yang menjadi korban bujuk rayu laki-laki. Namun, Putusan tersebut ditolak di tingkat Mahkamah Agung karena dianggap sebagai sebuah penafsiran yang kurang manusiawi.

Begitu pula, Anda tidak dapat mempersoalkan istri kekasih Anda karena tidak mengizinkan suaminya menikahi Anda. Menurut hukum, izin istri/istri-istri merupakan salah satu syarat bagi pria yang hendak mengajukan permohonan beristri lebih dari seorang ke Pengadilan (pasal 4 jo. pasal 5 huruf a UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UU Perkawinan).

Sebaliknya, istri kekasih Anda dapat mengadukan Anda dan suaminya dengan tidak pidana perzinahan berdasarkan pasal 284 ayat (1) KUHP. Pasal 284 ayat (1) KUHP menyebutkan, “diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan bagi seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel, zinah), padahal diketahui bahwa dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya dan itu berlaku baginya.

2.      Seperti yang telah kami jelaskan pada angka 1 di atas, Anda tidak dapat mempersoalkan istri kekasih Anda karena tidak mengizinkan suaminya menikahi Anda. Menurut hukum, izin dari istri/istri-istri merupakan salah satu syarat bagi pria yang hendak mengajukan permohonan beristri lebih dari seorang ke Pengadilan.

Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, Pengadilan hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila beralasan sebagai berikut (pasal 4 ayat [1] dan ayat [2] UU Perkawinan):
-         bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
-         bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
-         bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan harus memenuhi syarat-syarat berikut (Pasal 5 UU Perkawinan):
a.      adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b.      adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c.      adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Peraturan perundang-undangan terkait dengan jawaban atas permasalahan ini:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2.      Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Demikian sodaraku, semoga dapat membantu dan bermanfaat bagi semua pembaca. Terimakasih atas kunjungan semua sobat blogger pada blog yang sederhana ini. Sehat selalu buat kita semua.

Wassalamualaikum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar