Dapatkah Saya Menuntut Dinikahi
Assalamualaikum Warahmatullah.
Selamat malam sodaraku semua. Semoga kalian semua sehat selalu. Berbagi kembali
dengan semua sodaraku, kali ini sedikit tulisan mengenai permasalahan hokum
yang biasa terjadi disekitar kita. Ok, sodaraku langsung saja dengan
permasalahannya. Selamat membaca.
Saya ada masalah dengan pria yang
telah beristri. Hubungan kami sudah jauh seperti layaknya suami istri hampir
satu tahun. Selama ini dia menjanjikan untuk nikahi saya, tapi pada akhirnya
dia mengingkarinya! Istrinya pun telah mengetahui hubungan kami dan saya sempat
berbicara mengutarakan tentang hak saya untuk minta dinikahi setelah itu saya
tidak akan meneruskan hubungan ini lagi. Jadi, intinya minta dinikahi terus
bercerai. Yang ingin saya tanyakan: 1. Dapatkah saya menuntut laki-laki
tersebut/memenjarakannya? Sedangkan saya sudah berniat baik dengan cara damai
tetapi pihak laki-laki malah membuat masalah ini lebih rumit dengan cara
memberitahukan dan menyerahkan permasalahan ini pada istrinya? Dapatkah saya
menuntut kedua-duanya? 2. Bagaimana jika istri sudah mengetahui hubungan ini
dan dia tidak mengizinkan suami menikah lagi?
1. Berdasarkan KUHP, Anda tidak dapat mempersoalkan kekasih
Anda yang ingkar janji untuk menikahi Anda melalui jalur hukum pidana.
Alasannya karena perbuatan kekasih Anda yang tidak memenuhi janji menikahi Anda
tidak memenuhi unsur-unsur dalam tindak pidana penipuan yang diatur dalam pasal
378 KUHP.
Menurut pasal 378 KUHP, penipuan adalah "Barang siapa dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan
memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat,
maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya
memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum
karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."
Mungkin saja perbuatan kekasih Anda memenuhi unsur “memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik
dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan-karangan perkataan
bohong, membujuk orang” karena dia telah berjanji -- secara lisan atau
tertulis -- akan menikahi Anda. Tapi, unsur “memberikan sesuatu barang” tidak terpenuhi karena kata “barang”
dalam pasal tersebut tidak dapat diperluas penafsirannya hingga meliputi
kehormatan wanita. Memang pernah ada putusan pengadilan pada 2003 yang
memperluas penafsiran “barang” hingga meliputi kehormatan wanita untuk
melindungi melindungi wanita yang menjadi korban bujuk rayu laki-laki. Namun,
Putusan tersebut ditolak di tingkat Mahkamah Agung karena dianggap sebagai
sebuah penafsiran yang kurang manusiawi.
Begitu pula, Anda tidak dapat mempersoalkan istri kekasih
Anda karena tidak mengizinkan suaminya menikahi Anda. Menurut hukum, izin istri/istri-istri
merupakan salah satu syarat bagi pria yang hendak mengajukan permohonan
beristri lebih dari seorang ke Pengadilan (pasal 4 jo. pasal 5 huruf a UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UU Perkawinan).
Sebaliknya, istri kekasih Anda dapat mengadukan Anda dan
suaminya dengan tidak pidana perzinahan berdasarkan pasal 284 ayat (1) KUHP.
Pasal 284 ayat (1) KUHP menyebutkan, “diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan bagi seorang pria yang telah
kawin yang melakukan gendak (overspel, zinah), padahal diketahui bahwa dalam
waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan
sebagai istrinya dan itu berlaku baginya.”
2. Seperti yang telah kami jelaskan pada angka 1 di atas, Anda
tidak dapat mempersoalkan istri kekasih Anda karena tidak mengizinkan suaminya
menikahi Anda. Menurut hukum, izin dari istri/istri-istri merupakan salah satu
syarat bagi pria yang hendak mengajukan permohonan beristri lebih dari seorang
ke Pengadilan.
Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang,
Pengadilan hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih
dari seorang apabila beralasan sebagai berikut (pasal 4 ayat [1] dan ayat [2]
UU Perkawinan):
-
bahwa isteri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri;
-
bahwa isteri mendapat cacat badan
atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
-
bahwa isteri tidak dapat melahirkan
keturunan.
Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan harus
memenuhi syarat-syarat berikut (Pasal 5 UU Perkawinan):
a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Peraturan
perundang-undangan terkait dengan jawaban atas permasalahan ini:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Demikian sodaraku, semoga dapat membantu dan bermanfaat bagi
semua pembaca. Terimakasih atas kunjungan semua sobat blogger pada blog yang
sederhana ini. Sehat selalu buat kita semua.
Wassalamualaikum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar